Perpajakan Jasa Outsourcing PPh Pasal 23
FILE MATERI :

Bagaimana cara menghitung PPh. Pasal 23 atas Jasa Outsourcing ?
Imbalan atas jasa merupakan salah satu objek dari pajak penghasilan, tidak terkecuali jasa outsourcing. Jasa outsourcing dikenakan PPh Pasal 23. Lalu, bagaimana cara menghitung PPh Pasal 23 atas jasa outsourcing?
Mengenal Jasa Outsourcing
Outsourcing adalah penyediaan jasa tenaga kerja atau bisa diartikan sebagai penggunaan tenaga kerja dari pihak ketiga untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu di dalam perusahaan. Jasa outsourcing adalah salah satu solusi yang diambil oleh sebuah perusahaan untuk mendapatkan sumber daya manusia demi menyelesaikan berbagai pekerjaan teknis.
Outsourcing dilakukan melalui dua mekanisme yakni melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja atau buruh. Dalam perjanjian pemborongan pekerjaan, perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja akan menyerahkan sebagian pekerjaannya kepada perusahaan lain (subkon) yang memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu. Sedangkan pada penyediaan jasa pekerja atau buruh, perusahaan akan menyewa tenaga kerja dari perusahaan lain (subkon) untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu.
Tarif dan Dasar Pengenaan PPh 23 Jasa Outsourcing
Tarif PPh Pasal 23 atas jasa outsourcing adalah 2%. Tarif dapat berubah menjadi 4% apabila penyedia jasa tidak memiliki NPWP.
Pajak terutang dihitung dari dasar pengenaan pajak yaitu jumlah bruto. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141 Tahun 2015, terdapat pengaturan khusus dalam menentukan DPP PPh Pasal 23 untuk jasa outsourcing. Jumlah bruto yang digunakan adalah jumlah pembayaran namun tidak termasuk pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa. Dengan kata lain, PPh Pasal 23 dikenakan hanya atas jasa atau management fee-nya saja.
Sebagai catatan, perusahaan outsourcing tersebut harus dapat menunjukkan bukti, yang dapat berupa kontrak kerja dan daftar pembayaran. Jika tidak, jumlah bruto sebagai DPP PPh Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN.
Cara Menghitung PPh Pasal 23 Jasa Outsourcing
Berikut ini adalah contoh menghitung PPh Pasal 23 jasa outsourcing.
Untuk urusan kebersihan dan perawatan kantor, PT B menggunakan jasa outsourcing yang disediakan oleh PT A. Pada akhir bulan Maret 2023, PT A memberikan tagihan kepada PT B dengan perincian sebagai berikut:
Pembayaran gaji: Rp200 juta
Management fee: Rp20 juta
Dengan ketentuan yang dijelaskan sebelumnya, PPh Pasal 23 terutang yang harus dipotong PT B adalah:
PPh Pasal 23 terutang = 2% x Rp20 juta = Rp400 ribu Jika PT A tidak dapat memberikan bukti terkait pembayaran gaji, pajak yang dipotong menjadi sebesar:
PPh Pasal 23 terutang = 2% x Rp220 juta = Rp4,4 juta
Jika PT A tidak dapat memberikan bukti terkait pembayaran gaji, pajak yang dipotong menjadi sebesar:
PPh Pasal 23 terutang = 2% x Rp220 juta = Rp4,4 juta
Kebijakan PPN atas Jasa Outsourcing
Bicara mengenai perlakuan PPN atas jasa outsourcing, pemerintah sejak 2003 silam telah menetapkan bahwa jasa penyedia tenaga kerja atau outsourcing merupakan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pemberian fasilitas tidak dikenakan PPN atas jasa outsourcing didasarkan atas pertimbangan bahwa, jasa outsourcing merupakan jasa penyedia tenaga kerja untuk pekerjaan yang sifatnya pendukung dan tidak memiliki hubungan langsung dengan pekerjaan inti pengguna jasa outsourcing.
Jadi, jasa outsourcing hanya diijinkan untuk jenis pekerjaan yang sifatnya hanya sebagai fungsi pendukung saja, seperti jasa kebersihan, keamanan, transportasi, katering dan pemborongan pertambangan.
Landasan Hukum Perlakuan PPN atas Jasa Outsourcing
Pemberian fasilitas tidak dikenakan PPN atas jasa outsourcing ini berlandaskan Pasal 66 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi
“Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa/ buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan dengan proses produksi.”
Sementara ketentuan perpajakan terkait fasilitas tidak dikenakan PPN atas jasa outsourcing adalah Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ.53/2003. SE ini secara jelas menyebutkan bahwa jasa outsourcing adalah jenis jasa yang dikenakan PPN.
Pengertian jasa outsourcing berdasarkan SE-05/PJ.53/2003 adalah jasa yang diserahkan oleh pengusaha penyedia tenaga kerja kepada pengguna jasa tenaga kerja, dimana pengusaha penyedia tenaga kerja hanya terikat pada kewajiban untuk menyerahkan jasa penyediaan tenaga kerja dan tidak terikat dengan kewajiban penyerahan jasa di bidang lainnya.
Dari pengertian tersebut, fasilitas tidak dikenakan PPN atas jasa outsourcing berlaku dengan syarat:
- Pihak penyedia jasa outsourcing tidak membayar gaji/honorarium/upah/bonus/tunjangan kepada tenaga kerja yang diserahkan.
- Tenaga kerja yang diserahkan didalam struktur kepegawaian pengusaha pengguna jasa penyedia tenaga kerja.
Aturan Terbaru untuk PPN atas Jasa Outsourcing
Pemerintah tak berhenti pada SE-05/PJ.53/2003 saja untuk mengatur mengenai perlakuan PPN atas jasa outsourcing. Pada tahun 2012, pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-83/PMK.03/2012 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Tenaga Kerja yang Tidak Dikenai PPN. Lalu pada tahun 2022, terbit PP no. 49 Tahun 2022 yang di dalamnya mengatur tentang pengenaan PPN atas jasa outsourcing.
Berdasarkan PP No. 49 Tahun 2022, jasa outsourcing dapat digolongkan sebagai jasa kena pajak yang dibebaskan dari PPN jika memenuhi 4 kriteria berikut:
- Pengusaha penempatan atau penyalur tenaga kerja harus hanya menempatkan dan menyalurkan tenaga kerja kepada pengguna tenaga kerja. Penyaluran tenaga kerja harus tidak terkait dengan pemberian JKP lainnya, seperti jasa teknik, konsultasi, bongkar muat, dan lain-lain.
- Pengusaha penyedia tenaga kerja harus tidak melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan sejenisnya kepada tenaga kerja yang disediakan. Gaji tenaga kerja dibayar oleh pengguna tenaga kerja.
- Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja tenaga kerja yang disediakan setelah diserahkan kepada pengguna jasa.
- Tenaga kerja yang disediakan oleh perusahaan penyedia jasa masuk ke dalam struktur kepegawaian pengguna jasa tenaga kerja.
Perlakuan Faktur Masukan terhadap Pungutan PPN atas Jasa Outsourcing
Berdasarkan PP 49 Tahun 2022, pajak masukan atas penyerahan jasa outsourcing atau jasa penyediaan tenaga kerja tidak dapat dikreditkan. Dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 (UU PPN) Pasal 9 ayat (8) huruf b juga disebutkan:
“Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk: (b) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;”
Terkait pungutan PPN atas jasa outsourcing, pengusaha pengguna jasa outsourcing hendaknya mengacu pada Pasal 66 Ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003, yang telah menyatakan bahwa jasa outsourcing tidak memiliki hubungan langsung dengan proses produksi.
Atas ketentuan tersebut maka otomatis faktur masukan terkait pungutan PPN atas jasa outsourcing tidak bisa dikreditkan. Umumnya, pengguna jasa outsourcing akan membiayakan pajak masukan sebagai unsur pengurang penghasilan kotor.
Demikian pembahasan mengenai perlakuan PPN atas jasa outsourcing berdasarkan peraturan terbaru. Untuk pengelolaan PPN usaha yang lebih mudah, gunakan aplikasi OnlinePajak. Sebagai mitra resmi DJP, OnlinePajak menghadirkan berbagai jenis layanan dan fitur yang mempermudah PKP dalam mengelola transaksi bisnis dan menjalankan kepatuhan perpajakan sehingga dapat mengoptimasi proses bisnis.
Referensi:
- Undang-Undang PPN
- Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan
- Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ.53/2003
- Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- PP no. 49 Tahun 2022